Advertisement
PRINGSEWU, busurteliksandi.com – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Pekon Waluyojati, Kecamatan Pringsewu, Tahun Anggaran 2024 disoroti akibat dugaan pemborosan yang merugikan warga. Sejumlah pos anggaran dengan nilai fantastis dianggap tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan masyarakat, sementara fasilitas pelayanan publik justru tak berfungsi.
Berdasarkan dokumen APBDes 2024 yang diperoleh, setidaknya tiga pos anggaran utama menimbulkan tanda tanya besar. Total nilai yang diduga diboroskan mencapai Rp 1.077.728.000.
Pertama, kegiatan Pengelolaan dan Pembuatan Jaringan/Instalasi Komunikasi dan Informasi Lokal Desa menelan biaya Rp 86.541.150. Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, anjungan mandiri (self-service terminal) yang seharusnya menjadi ujung tombak pelayanan berbasis teknologi untuk masyarakat, dalam kondisi tidak berfungsi dan terbengkalai.
Kedua, Penyelenggaraan Informasi Publik Desa dianggarkan hingga Rp 90.000.000. Anggaran senilai puluhan juta ini, yang di dalamnya termasuk pencetakan poster dan baliho Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) APBDes, dinilai warga tidak proporsional dan cenderung seremonial belaka tanpa manfaat nyata yang jelas.
Ketiga, dua item pembangunan jalan menghabiskan dana yang sangat besar. Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan/Pengerasan Jalan Usaha Tani menelan dana Rp 146.545.000, sementara Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan/Pengerasan Jalan Desa menghabiskan Rp 139.360.000. Warga menilai kualitas pengerasan jalan yang dihasilkan dari anggaran sebesar itu belum optimal.
“Dana desa banyak, tapi fasilitas penting seperti anjungan mandiri untuk masyarakat tidak berfungsi. Ini jelas pemborosan,” ujar seorang warga Pekon Waluyojati yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, menegaskan kekecewaannya.
Menyikapi hal ini, pengamat hukum menekankan bahwa pengelolaan dana desa wajib memenuhi asas transparansi dan akuntabilitas. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menjamin hak warga untuk mendapatkan informasi yang jelas mengenai penggunaan uang mereka.
Lebih lanjut, jika dugaan pemborosan ini dapat dibuktikan secara nyata dan melanggar asas efisiensi, hal tersebut berpotensi menjurus pada ranah pidana. Pasalnya, tindakan tersebut dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Seluruh kegiatan anggaran yang dipersoalkan ini berada di bawah tanggung jawab penuh Pemerintah Pekon Waluyojati, yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Pekon dan Bendahara Desa sebagai penandatangan APBDes.
Masyarakat Pekon Waluyojati berharap agar aparat pengawas internal pemerintah, seperti Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) di tingkat daerah dan Inspektorat Kabupaten, segera turun tangan melakukan audit dan investigasi. Tujuannya agar penggunaan Dana Desa TA 2024 dapat dikembalikan pada rel yang tepat, yaitu untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara nyata, bukan justru menjadi sumber pemborosan yang merugikan.
Dugaan kuat ini menuntut pengawasan yang ketat dari semua pihak agar prinsip-prinsip good governance benar-benar ditegakkan dan tidak ada lagi ruang bagi praktik yang melanggar UU KIP maupun UU Tipikor.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan resmi dari Kepala Pekon Waluyojati, awak media akan terus menelusuri dan berupaya mengkonfirmasi pihak terkait.(Tim)
