Busur Telik Sandi

lisensi

Busur Telik Sandi
Rabu, 05 November 2025, November 05, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-05T11:37:28Z
pesawaran

Diduga Ada Kejanggalan Pengelolaan Dana Desa Pujodadi Tahun 2024, LMPP Pesawaran Minta Klarifikasi Kepala Desa

Advertisement

BusurTeliksandi.com, Pesawaran – Dugaan adanya penyimpangan dalam realisasi Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024 di Desa Pujodadi, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, kembali mencuat. Organisasi masyarakat Laskar Merah Putih Perjuangan (LMPP) Markas Cabang Kabupaten Pesawaran secara resmi melayangkan surat klarifikasi dan konfirmasi kepada Kepala Desa Pujodadi terkait dugaan ketidakwajaran dalam penggunaan anggaran.

Surat dengan nomor 0137/MARCAB/ORMAS-LMPP/PESAWARAN/X/2025 tertanggal 28 Oktober 2025 itu berisi permintaan klarifikasi terhadap sejumlah kegiatan desa yang dinilai memiliki indikasi ketidaksesuaian antara peruntukan, pelaksanaan fisik, dan output kegiatan.

Ada Indikasi Mark-Up dan Dugaan Penyimpangan Teknis

Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua LMPP Pesawaran, Deni Lukman, disebutkan beberapa kegiatan yang menjadi sorotan, antara lain:

1. Belanja alat tulis kantor dan honor operator Siskuedes senilai lebih dari Rp28 juta, diduga mengalami penggelembungan anggaran (mark-up) karena tidak sebanding dengan kebutuhan dan realisasi di lapangan.


2. Insentif RT selama satu tahun sebesar Rp9,9 juta yang diduga terdapat potensi penyusutan atau pemotongan dana sebelum sampai kepada penerima.


3. Kegiatan musyawarah desa (Musdes, Musdus, Rembug Stunting) dengan nilai Rp25 juta yang dinilai terlalu besar untuk kegiatan seremonial.


4. Pembangunan fisik berupa onderlagh, gorong-gorong, dan TPT senilai sekitar Rp241 juta, yang disebut mengalami mark-up biaya fisik, ketidaksesuaian spesifikasi teknis, serta dugaan penyimpangan dalam proses pengadaan.

Ketua Harian LMPP Kabupaten Pesawaran, Robinson, menegaskan bahwa pihaknya tidak sedang menuduh, melainkan menjalankan fungsi sosial kontrol sebagaimana diamanatkan undang-undang.

“Kami hanya meminta Kepala Desa bersikap terbuka dan transparan. Jika memang kegiatan itu sudah sesuai aturan, tunjukkan datanya. Tapi jika ada penyimpangan, tentu masyarakat berhak tahu dan penegak hukum wajib menindaklanjuti,” tegas Robinson saat dimintai keterangan, Rabu (5/11/2025).



Robinson juga menambahkan bahwa pengelolaan dana desa harus berpedoman pada Prinsip Transparansi, Akuntabilitas, Efisiensi, Efektivitas, dan Keadilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 7 Tahun 2021.

“Kami tidak main tuduh, tapi kami punya dasar hukum yang kuat. Dalam kasus dugaan penyimpangan dana publik, yang kami tekankan adalah keterbukaan informasi dan kepatuhan hukum. Kepala desa wajib menjawab sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP),” lanjutnya.

Dalam surat tersebut, LMPP juga mengutip beberapa ketentuan hukum, antara lain:

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
yang menegaskan bahwa pemerintah desa wajib mengelola dana secara tertib, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab.

Peraturan Menteri Desa Nomor 7 Tahun 2021,
yang mengatur prinsip nilai manfaat, efisiensi, efektivitas, dan keadilan dalam penggunaan dana desa.

LMPP menegaskan bahwa surat klarifikasi ini bukan ancaman, tetapi bentuk dorongan moral agar pemerintah desa memperbaiki tata kelola keuangan dan memberikan jawaban terbuka kepada masyarakat.

“Kami sudah memberi waktu tujuh hari kerja kepada Kepala Desa untuk menjawab dan memberikan dokumen pendukung. Jika tidak ditanggapi, kami akan meneruskan temuan ini ke aparat penegak hukum,” ujar Robinson.

Robinson juga menyoroti pentingnya keterbukaan dokumen publik seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB), Laporan Pertanggungjawaban (LPJ), dan Data Realisasi Fisik agar masyarakat bisa ikut mengawasi.

“UU KIP dengan jelas menyatakan bahwa dokumen penggunaan dana publik adalah informasi terbuka. Jadi kalau ada pihak desa yang menolak memberikan data, itu sudah pelanggaran administrasi dan bisa berimplikasi hukum,” pungkasnya.(Tim)